Dia sama bulat, sama besar, sama sekali tidak seksi. Dia lebih rapuh, namun lebih rapih. Dia sangat gesit dalam segala urusan dibanding saya yang terlalu pemalas. Dia rajin mengerjakan tugas jauh-jauh hari, dia rajin memberesekan kamarnya, dia rajin menasihati saya, seperti ibu pada anaknya, bukan berjiwa keibuan, namun memang rasanya dia sudah siap menjadi seorang ibu.. Bahkan, saya pernah dipanggilnya kuat-kuat untuk segera menepi ke bibir pantai ketika aku berenang ke tengah laut, saat kami berdua berlibur ke Jogja. Mungkin dia takut kalau harus pulang ke Bandung sendirian tanpa saya, dan takut dimarahi ayah saya yang perutnya buncit itu.
Gayanya kalem, tidak seperti aku yang seronok, seronok dalam arti kata sering menabrakan warna dan model pakaian yang sebenarnya tidak trend dan tidak bermerek. Dia sering tidak percaya pada dirinya sendiri, dan aku terlalu percaya diri.
Kami sangat berbeda karakter, namun kami sama-sama tidak pernah terlalu heboh dengan gossip apapun. Kami seringkali acuh, karena kami berdua sudah banyak urusan.
Dia adalah teman dekat saya yang paling beretika, berbicara sesuai porsi dan memilah mana kata yang pantas dan tidak. Dia selalu menghindari banyak berkata, mungkin dia mengidap bau mulut. Namun saya selalu banyak bicara, hal tidak pentingpun akan jadi bahan pembicaraan. Saya sering blak-blakan mengkritik siapapun, itukah teman, dosen, kakek saya, dan bahkan orang yang tidak saya kenal. Saya ini memang sok kenal…
Dia pun sama, adalah wanita kurang beruntung yang sering kali gagal dalam membina hubungan. Namun kegagalannya bukan karena kesalahannya, dan aku sebaliknya. Sehingga kami berdua sering kali membuat obrolan tai kucing soal cinta. Cinta yang sering membuat saya bercerita kepadanya, dan akhirnya dapatlah saya petuah dari beliau yang sepertinya lebih peka untuk membaca gejala, saya ini kan terlalu sibuk berdagang, jadi saya sering tidak ingat kekasih. Untunglah kekasih saya hanya satu, jadi hanya satu orang itulah yang sering menanyakan keberadaan saya kepada Sartika. Bayangkan jika kekasih saya berjumlah 7, habislah kesabarannya…
Saya ini jarang menangis. Saya selalu menghindarkan diri dari air mata, dan hanya ingin meneteskannya ketika hal penting dan paling membahagiakan atau menyedihkan terjadi. Sehingga sering membuat saya terkantuk-kantuk menahan agar tidak menangis. Namun hebatnya Sartika, pernah membuat saya menangis mendengarkan cerita hidupnya beberapa waktu lalu, yang akhirnya menjerumuskan saya pada lembah pemukulan terhadap seorang laki-laki yang sudah membuat Sartika membawa tas besar berisikan baju untuk menginap beberapa malam dirumah saya. Aduh, saya jadi ingin terbahak-bahak mengingat malam itu. Malam dimana Sartika yang gelisah tiba-tiba sudah berada didepan pintu rumah saya.
Ceritanya sekian dulu, karena saya lelah dan ingin makan…